Jumat, 08 April 2011

KALAU SAJA SEMUA ORANG JUJUR


Pernahkah anda merasa jengkel setelah mengetahui bahwa 2 kg jeruk yang anda beli di pasar terasa lebih ringan dari seharusnya? Atau, pernahkan anda merasa kurang puas setelah mengisi bensin penuh untuk kendaraan anda ternyata hanya bertahan untuk beberepa hari saja untuk rute normal yang biasa anda lalui? Atau, mungkin anda pernah merasa sakit hati setelah mengetahui bahwa rambutan yang kelihatan ranum-segar di keranjang penjual ternyata yang masuk ke dalam belanjaan anda sebagiannya layu-kering? Pernahkah pula anda merasa kecewa manakala membeli suatu produk/jasa dengan imbalan bonus akhir tahun atau kemudahan pelayanan saat anda mengurusnya tetapi anda dihadiahi birokrasi yang berbelit? Bahkan pada tataran akademik, sangat kecewakah anda ketika ide/karya tulis anda dijiplak/disadur orang lain tanpa menyebut nama anda sebagai sumber referensi? Sadarkah kita apa yang menjadi penyebab ini semua? KEJUJURAN! Ya, itulah sifat yang sudah hampir terkikis dari masyarakat kita, bahkan boleh dibilang langka. Mau cari orang jenis ini di Departemen, LSM, Perguruan Tinggi, Kantor Polisi, Kantor Hakim/Jaksa atau Pengadilan, bahkan dari RT/RW hingga ke Istana Penguasa sekalipun, mungkin kita akan lebih banyak kecewa. Kalaupun ada, cuma satu-dua, dan merekapun tidak ternama.
Apakah penyakit ketidak-jujuran berhubungan dengan bencana alam yang tidak pernah lepas dari bumi, khususnya Indonesia, seperti banjir bandang, asap kebakaran hutan, gunung meletus, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, pesawat jatuh, dan kapal tenggelam? Entahlah! Kata pakar geologi karena Indonesia memang dilewati dua lempeng besar yang bergerak aktif dan secara periodik dapat memunculkan gempa bumi hingga tsunami; kata pengamat cuaca/iklim karena Indonesia memiliki dua musim dengan pergolakan angin laut yang berpotensi menarik awan hujan ke daratan sehingga menimbulkan hujan besar dan banjir; kata mereka juga gelombang besar pada saat musim Angin Barat berpotensi penyebab kecelakaan laut; kata penyelamat lingkungan karena kebiasaan buruk masyarakat kita yang selalu membakar hutan secara sembrono sehingga akumulasi kabut asap yang terjadi tidak saja sering menyebabkan kecelakaan pesawat juga berkurangnya daerah resapan air sehingga berakibat banjir; kata petugas teknis tidak ada dana reguler untuk mengevaluasi tanggul dan pintu air; dan kata Pak Kiai karena kita lupa kepada Sang Pencipta serta sering berbuat/membiarkan maksiat berkembang termasuk mungkin korupsi, dengki, membohongi isteri, hingga memamerkan aurat diri.
 
Sejarah membuktikan bahwa kehancuran umat-umat terdahulu di zaman nabi-nabi adalah selain ingkar juga karena curang/tidak jujur. Sebut saja misalnya masalah timbang-menimbang, ketika membeli minta di cukupkan/dilebihkan tetapi ketika menjual banyak melakukan pengurangan. Tidaklah mengherankan kalau Alqur’an dan hadist Nabi saw banyak memuat peringatan tentang masalah ini di awal-awal syiarnya. Di bumi yang semua penduduknya beragama ini mestinya jujur adalah sifat utama masyarakatnya. Apalagi, dengan penduduk yang lebih dari 80% Islam ini adalah sangat mungkin menjadi motivator karena mereka selalu diingatkan akan tawaran Khaliknya suatu usaha/perbuatan/ perniagaan yang dapat menghindarkan ia dan masyarakatnya dari azab dunia dan akhirat. Tawaran itu sederhana saja, yakni hendaklah selalumenyempurnakan timbangan/menakar dengan jujur! Sebab, mengurangi jumlah timbangan, memainkan meteran pompa bensin, memamerkan dagangan buah-sayur yang bagus di bagian atas dan menutupi yang mayoritas jelek di bagian bawah, ataupun menyimpan stok barang agar harganya tinggi saat barang tersebut langka, atau menyadur karya orang tanpa referensi sama halnya menghilangkan dan memakan hak orang lain, kasarnya korupsi dengan cara menipu! Penipu berkedok dasi ataupun karena kefakiran demi sesuap nasi, sama saja maknanya! Sadar-tidak sadar, penipu akan pulang membawa harta ‘curian’ dan dinafkahkannya kepada keluarga. Sadar-tidak sadar, ia dan keluarganya tumbuh dari asupan nutrisi hasil keringat orang lain. Tidak berkah menurut agama! Bisakah orang seperti ini dipercaya bila jadi penguasa? Yakinlah apa yang lahir dari ucapannya kebanyakan bohong dan janji belaka!! Lalu, bagaimana kondisi masyarakat kita, masih adakah kejujuran tersisa? Pergilah mengurus KTP/SIM/Surat tanah/paspor, uruslah izin keberangkatan, belanjalah membeli buah-buahan, pergilah mengisi bensin kendaraan, atau mintalah pelayanan umum/kesehatan/pengiriman surat/menghadap pejabat. Jika anda merasa ‘nyaman’, nah itulah pertanda masyarakat di lokasi itu jujur. Sebaliknya, jika anda merasa jengkel atau tertipu atau dilecehkan, atau baru mendapat pelayanan jauh lebih lama dari waktu biasa, jangan cari penyebabnya. Karena, banyak orang lain juga merasa senada. Jangan lupa periksa juga diri kita dan keluarga! Bila banyak orang bergunjing setelah berurusan dengan kita maka itulah pertanda perbuatan/pelayanan kita belum banyak benarnya!
 
Curang alias tidak jujur sepertinya menyerupai kanker yang perlahan-lahan mengerogoti raga bahkan juga jiwa. Bila sudah mencapai jiwa hampir tak ada obat-nasihat yang bisa merubahnya kecuali hidayah Yang Mahakuasa! Oleh sebab itu, sebelum merambat ke generasi muda, merubah diri sendiri lebih dulu adalah anjuran yang banyak diusulkan oleh ahli agama. Anak dan isteri adalah orang yang paling utama layak diajak jujur lalu kemudian orangtua, begitu persetujuan seorang teman-cendikia. Ceramah kejujuran untuk kerabat dan masyarakat?...O oo..h, tak efektif katanya! Batasi dulu dengan perbuatan nyata untuk membuat sifat ini menular endemik di tahap pertama. Cukuplah sampai di sini, tidak perlu jauh-jauh berkhayal epidemik agar se kelurahan, se kecamatan, se kota, hingga se provinsi mau ikut, apalagi pandemik ke seluruh dunia. Untuk selanjutnya biarkan ia mengalir bagaikan arus agar lingkungan berkesempatan mengamati dan mencernanya. Kata orang pintar, inilah yang disebut dengan nasihat diam (silence advice).
 
Apa yang dapat diharapkan dari masyarakat jujur? Sederhananya adalah belanja di pasar menjadi nyaman, parkir kendaraan aman, dan hidup menjadi tenteram. Pada lingkungan akademik, arus dan alur kegiatan Tridharma hingga suksesi kepemimpinan menjadi rasional. Jika masyarakat bertambah jujur sangat mungkin pembayar pajak dan zakat akan meningkat, sangat mungkin pemasukan dari semua sektor tidak banyak lagi disikat, dan sangat mungkin pengembalian pajak berupa adanya taman kota/kecamatan gratis, bebas SPP/KTP, dan layanan kesehatan murah segera akan terlihat. Pagar rumahpun tidak akan tinggi-tinggi lagi untuk melindungi isi karena semua orang mencari nafkah sesuai kisi-kisi. Jika kejujuran semakin kuat, boleh jadi pejabat akan mulai memperhatikan rakyat sehingga tidak perlu lagi kena hujat. Yang paling penting, orang miskin banyak berkurang tidak lagi timbul tenggelam karena adanya BLT. Saat itu, berdo’alah tegaknya keadilan makmur-merata dan tidak perlu lagi unjuk rasa. Kalau 100 orang pintar saja cukup untuk membangun Negara maka jujur layak jadi kriteria utama!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Al-Quran Online