Minggu, 01 Mei 2011

Menangis Itu Indah

Sahabat, Ada sepenggal cerita dari sahabat Ibnu Mas’ud. Suatu saat Rasulullah saw berkata kepadanya, “Bacakan padaku Alquran!” “Bagaimana mungkin kubacakan Alquran untukmu, bukankah ia turun kepadamu?” jawab Ibnu Mas’ud. “Benar, namun aku ingin sekali mendengarnya dari orang lain,” jawab Rasulullah saw. Lantas Ibnu Mas’ud pun membaca surah An-Nisa’ hingga ayat (41) berikut: Bagaimanakah jika dari tiap umat Kami datangkan seorang saksi dan Kami bawa engkau sebagai saksi atas mereka.
Mendengar ayat tadi, Rasulullah pun bersabda, “Cukup, cukup sampai di sini…” Dan sekonyong-konyong air bening berleleran dari dua kelopak mata Beliau, menangis (HR. Bukhari).
Boleh jadi Sahabat, karena kita terlalu sering mendengar tangisan atau menyaksikan linangan air mata, sehingga peristiwa menangis dipandang biasa-biasa saja dalam kehidupan kita.
Padahal, menangis, sungguh, merupakan salah satu simbol dari tingkatan spiritualitas seorang hamba, yang tidak hanya terbatas sebagai ekspresi dari rasa sedih, kecewa, dan menyesal, tapi juga sebagai luapan rasa rindu yang menggebu dari seorang hamba kepada Khalik-nya.
Menangis adalah ungkapan paling jujur tentang suara batin manusia, yang melambangkan kepasrahan total seorang hamba pada Rabbnya.
Itulah sebabnya isak tangis gampang sekali menetes ketika ada kematian seseorang. Menangis adalah fenomena universal yang menghinggapi manusia sejagat; menangis juga merupakan peristiwa yang sangat manusiawi sekali, yang tidak hanya menimpa kita selaku manusia biasa, tapi juga seorang Nabi — sebagaimana terekam dalam kisah di atas.
Bahkan Sahabat, Rasulullah dikenal sebagai orang yang mudah sekali melelehkan air mata, yang juga ketika ditinggal mati istrinya tercinta Siti Khadijah dan anaknya Ibrahim dengan, tanpa meraung dan menjerit-jerit. Sebab, memang dilarang.
Sebagaimana halnya Rasulullah, bagi kita umat Islam menangis tidak hanya terhenti pada aspek manusiawinya belaka, tapi bagaimana ia juga tetap berdimensi agama, yang memantulkan ketaatan seorang hamba kepada Khalik-nya. Maka menangis menjadi amat sakral, yang semestinya tak pernah ada sebutan “air mata buaya”. Sebab, buayapun belum tentu pernah menangis. Karena menurut Abdullah Yusuf Ali — penulis The Holy Quran, menangis adalah ungkapan dari perasaan yang benar-benar khusyuk yang mudah tersentuh oleh kebenaran halus dan agung yang datang menyelinap ke dalam kalbu.

Doa suami dan istri …

Ya Allah andai semua layak bagi kami,
cukupkanlah permohonan kami dengan ridho-Mu,
Jadikanlah kami sebagai suami istri yang saling mencintai dikala dekat,
saling menjaga kehormatan dikala jauh,
saling menghibur dikala duka,
saling mengingatkan dikala bahagia,
saling mendo’akan dalam kebaikan dan ketaqwaan,
saling menyempurnakan dalam peribadatan
Ya Allah sempurnakanlah kebahagian kami
dengan menjadikan perubahan ini sebagai ibadah kepada-Mu
dan bukti ketaatan serta cinta kami kepada Sunnah Rasul-Mu
Yaa Allah
Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini
telah berhimpun dalam cinta pada-Mu,
telah berjumpa dalam taat pada-Mu,telah bersatu dalam dakwah-Mu,
telah berpadu dalam membela syari’at-Mu,
Kokohkanlah Yaa Allah ikatannya,
kekalkanlah cintanya, tunjukanlah jalan-jalannya
Penuhilah hati-hati ini
dengan Nur Cahaya-Mu yang tiada pernah pudar.
Lapangkanlah dada kami dengan limpahan keimanan pada-Mu,
dan keindahan bertawakal pada-Mu
Nyalakanlah hati kami dengan ma’rifat pada-Mu
Matikanlah dia dalam syahid di jalan-Mu
Sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik pelindung
dan sebaik-baik penolong. Amin
Sampaikanlah kesejahteraan Yaa Allah,
pada junjungan kami Muhammad SAW,
keluarga, dan sahabat-sahabatnya,
dan limpahkanlah kepada mereka keselamatan.
Amien….

LEBIH CANTIK DENGAN BERJILBAB

APAPUN ALASANNYA BERJILBAB ADALAH WAJIB HUKUMNYA

Ah, yang pentingkan hatinya !

Banyak SYUBHAT dilontarkan kepada kaum muslimah yg ingin berjilbab, SYUBHAT yg ngetrend dan biasa kita dengar adalah :

" Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih sering suka 'ngerumpi' berbuat maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab ! Yang pentingkan hatinya ! "

SYUBHAT lainnya lagi adalah :

"liat tuh, kan ada hadist yg berbunyi : Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk (rupa) kalian, tapi Allah melihat pada hati kalian ... ! Jadi yg wajib adalah hati, menghijabi hati kalau hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau tidak berkerudung !"

Benarkah demikian ukhtiii .... ???

( Tidaaaaaaaaaaakkk ......... !!!! )

Saudariku muslimah, semoga Allah merakhmatimu , siapapun yg berfikiran dan berpendapat demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat kepada Allah ta'ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syari'at yg mulia ini. Jika agama hanya berlandaskan pada akal dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya berdasarkan kepada orang-orang yg hatinya baik dan suci, maka lihatlah disekitar kita ada orang-orang yg beragama nasrani, hindu atau Budha dan orang kafir lainnya.

Liahatlah dengan seksama ada diantara mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana, apakah anda setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim ? Tentu akal anda akan mengatakan "tentu tidak ! Karena mereka tidak mengucapkan syahadatain, perbuatan mereka menunjukkan bukan orang islam."

Tentu anda akan sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang berdasarkan perbuatan yang nampak (zahir) dalam diri orang itu.

Lalu bagaimana pendapat anda ketika anda melihat seorang wanita dijalan tanpa jilbab, apakah anda bisa menebak wanita itu muslimah atau bukan ? Sulit menduga jawabannya karena secara lahir (zhahir) ia sama dengan wanita non muslimah lainnya. Ada kaidah ushul fiqih yg mengatakan "Al hukumu ala dzawahir amma al bawathin fahukmuhu ala llaah" artinya hukum itu dilaksanakan atas sesuatu yg nampak adapun yg batin hukum adalah terserah Allah.

Rasanya tidak ada yg bisa menyangsikan kesucian hati ummahatul mukminin (istri-istri Rasulullah SAW). Begitu pula istri-istri sahabat nabi yg mulia (shabiyat). Mereka adalah wanita yg paling baik hatinya, paling bersih, paling suci dan mulia.

Tapi mengapa ayat hijab turun agar mereka berjilbab dengan sempurna (lihat QS : 24 ayat 31 dan QS : 33 ayat 59) tidak ada satupun riwayat termaktub mereka menolak perintah Allah Ta'ala. Justru yg kita dapati mereka merobek tirai mereka lalu mereka jadikan kerudung sebagai bukti ketaatan mereka.

Apa yg anda ingin katakan ? Sedangkan mengenai hadist diatas, banyak diantara saudara kita yg tidak mengetahui bahwa hadist diatas ada sambungannya. Lengkapnya adalah sbb:

Dari Abu Hurairah, Abdurrakhman bin sakhr r.a , dia berkata, Rasulullah bersabda : "sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak juga pada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian" (HR. Muslim 2564/33).

Hadist diatas ada sambungannya yaitu pada nomor hadist 34 sbb:

"sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian juga harta kalian, tetapi dia melihat hati dan perbuatan kalian." (H.R. Muslim 2564/34)

Semua adalah seiring dan sejalan , hati dan amal. Apabila hanya hati yg diutamakan niscaya akan hilang sebagian syari'at yg mulia ini.

Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar zakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk nenunaikan ibadah lainnya.
Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam beramal (beribadah) cukup mengendalikan hati saja, toh mereka akan sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya mereka adalah orang yg sangat giat beramal.

Lihatlah satu kisah indah diantara kisah-kisah indah lainnya. Urwah bin Zubair r.a misalnya, ayahnya adalah Zubair bin Awwam, ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, kakeknya Urwah adalah Abu Bakar Ash-Shidak, bibinya adalah Aisyah r.a istri Rasulullah SAW.
Urwah lahir dari nasab dan keturunan yg mulia jangan ditanya tentang hatinya. Ia adalah orang yg paling lembut hatinya toh masih bersusah payah giat beramal, bersedekah dan ketika shalat ia bagaikan sebatang pohon yg tegak tidak bergeming karena lamanya ia berdiri ketika shalat.

Aduhai ..... , betapa lalainya kita ini ..., banyak memanjakan angan-angan dan harapan padahal hati kita tentu sangat jauh suci dan mulianya dengan generasi pendahulu kita, wallahu'alan bish-shawab.


Muraja'ah oleh Ustad. Eko Hariyamnto Lc
*Mahasiswa Paskah Sarjana Fakultas Syari'ah Unerversitas. Imam Ibnu saud, Riyadh K.S.A

Untukmu wanita tercinta

Pernahkah terlintas dalam hatimu ya ukhti, saudariku muslimah untuk menjadi bidadari di dunia dan diakhirat nanti?.Pernahkah kau membayangkan betapa cantik dan anggunnya ia, menjadi incaran dan simpanan hamba-hamba Allah yang shalih dan bertakwa. Pernahkah engkau mengangankannya? Pernahkah engkau mengimpikannya? Tidakkah hatimu tergerak untuk segera meraihnya? Sesungguhnya bidadari dunia adalah ia para wanita yang shalihah, memurnikan ibadah hanya untuk-Nya semata, hatinya selalu takut dan terikat dengan rabb-Nya, mentaati-Nya dalam keadaan sendirian ataupun dihadapan banyak manusia. Sosok yang merindukan keridhaan Allah dan rasul-Nya
Selalu terbayang dalam pelupuk matanya surga yang dijanjikan Allah menantinya dari pintu manapun ia suka, ia bisa memasukinya. Hatinya selalu menimbang dengan timbangan akhirat sehingga segala urusan dunia yang bertentangan dengan syariat Allah dan Rasul-Nya akan mudah ia singkirkan dan tinggalkan.
Duhai betapa elok dan indah akhlaknya, bila ia belum bersuami maka berbakti kepada kedua orangtuanyalah ladang amalnya memanfaatkan kesempatan yang berharga ini dengan berusaha mendapatkan keridhaan dari keduanya.Bila ia telah bersuami maka bersemangatlah hatinya untuk berbakti kepada suaminya, menemani sang suami dalam keadaan suka dan duka,mendidik anak-anaknya agar mereka berjalan diatas sunnah dan manhaj yang benar yaitu manhaj salafuna shalih. Berani meluruskan suami apabila ia bersalah dengan bahasa yang lembut dan bersabar atas kekurangannya. Membantu suami dalam mentaati Rabb-Nya, sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan amalan hamba-hamba-Nya.Jika engkau bersabar dan istiqamah maka insya Allah engkau akan menjadi penghuni surga yang cantik jelita itu.
Janganlah engkau resah dan gundah, merasa kecewa hatimu karena melihat sulitnya jalan untuk meraih kesana. Jalan itu akan mudah engkau tuju apabila engkau memohon pertolongan-Nya dalam setiap desah nafasmu. Sehingga segala tindak tandukmu selalu dalam bimbingan-Nya.Dan, renungkanlah  apabila engkau berhasil mencapai predikat wanita shalihah (bidadari dunia) semua adalah karena dari Rabbmu semata, bersyukurlah atas nikmat ini dan janganlah sekali-kali engkau takabur. Ingatlah selalu firman-Nya :
Dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan pertolongan Allah”  (huud:88). 
Semoga Allah memberkahimu dan memberkahi kita semua wanita-wanita muslimah diatas muka bumi ini yang bercita-cita ingin menjadi bidadari-bidadari diatas dunia ini dan tentu saja diakhirat nanti, Insya Allah.
Sumber: Assunnah

MENGELUH HANYA MEMBUANG ENERGI KITA

Mungkin apa yang ingin saya ceritakan ini adalah sesuatu yang juga pernah kita dengar atau kita juga melakukannnya. Karena terkadang kita merasa bahwa Allah S.W.T tidak adil bagi kita dan kita selalu mengeluh terhadap apa yang kita alami, padahal apabila kita selalu bersyukur maka yakinlah bahwa yang diberikan Allah S.W.T itu merupakan hal terbaik buat kita.
“  Pada Zaman dahulu kala, ada seorang kaya dan seorang budak yang melakukan perjalanan untuk menjual barang dagangan, tetapi si kaya selalu mengeluh terhadap apa yang diberikan Allah kepadanya, seolah – olah apa yang ia miliki saat ini adalah atas usaha yang ia lakukan sendiri, dalam perjalanan yang jauh tersebut mereka membawa tenda, ayam untuk di dagangkan dan sebuah obor.
Didalam perjalanan si kaya berkata kepada budaknya, “ hai budak.. saya merasa bahwa Allah tidak pernah mau tau terhadap hambanya, ia hanya melihat kita dari atas tanpa tau penderitaan dan kesusahan hambanya. Sibudak yang bijak agak tersentak mendengar perkataan tersebut, lalu dengan bijak sana ia berkata, “ maaf tuan, apa yang tuan katakana itu salah.. nyatanya Allah selalu memberikan kekayaan dan harta kepada tuan, seharusnya tuan mensyukuri  hal tersebut.
Setelah panjang lebar mereka berdebat, sampailah mereka disebuah kampong dan saat itu hari sudah gelap sehingga mereka tidak bias menjual barang dagangannya, dan merekapun mencari tempat penginapan. Namun karena penduduk desa tidak mau berbicara dengan orang asing maka mereka tidak dapat menginap di rumah penduduk desa, dan akhirnya mereka memutuskan untuk membangun tenda dihutan dekat perkampungan.
Orang kaya itupun berkata kepada sang budak,” Kamu lihatkan? Bahwa Allah tidak sayang sama kita, nyatanya ia tidak memberikan kita tempat menginap dan harus tidur ditenda seperti ini. Sang budakpun dengan bijaksana mengatakan,” sabar tuan semua pasti ada hikmahnya. Pada saat tengah malam muncul binatang buas dan merekapun langsung memanjat pohon, namun sayang, semua ayam dagangan dimakan oleh binatang buas tersebut, dan sikayapun kembali berkata, “ apa belum cukup kamu menyadari bahwa Allah memang tidak tau kesulitan hambanya?! Sikaya begitu kesal. Disaat mereka kedinginan berada di atas pohon, maka tiba-tiba obor yang mereka miliki mati ditiup angin, dan dengan sedikit geram si kaya terus mengomel dan berkata,” Apakah kamu masih juga mengatakan bahwa Allah sayang dan mau tau atas apa yang diderita hambanya? Namun dengan tenang si budak berkata,” Kita harusnya bersyukur tuan karena binatang buas tersebut tidak memakan kita, dan kita masih selamat dari bahaya. Dan dengan kesalnya si kaya berkata,” Kelihatannya kebaikan Allah begitu nyata buat kita ya!!!!.

Supaya Kita Meninggalkan Maksiat

Bahkan di saat istirahat dan di tempat yang kita anggap aman dari gangguan mata, masih saja ada kesempatan bermaksiat
“Tiada hari tanpa maksiat”, kata ini mungkin lebih tepat untuk suasana hidup di zaman ini. Di kantor, di kampus, di jalan, bahkan di rumah sendiri, fasilitas maksiat tersedia.
Di kantor, godaan maksiat ada di mana-mana. Teman, orang luar, bahkan diri sendiri. Jika tidak karena iman, bukan mustahil akan mudah bermaksiat di hadapan Allah baik dengan terang-terangan atau tersembunyi. Kesempatan terbuka luas. Jadi kasis kita bisa memanipulasi uang, jadi pemasaran kita bisa memanipulasi dan korupsi waktu.
Televisi kita 24 jam menyediakan tontonan penuh fitnah dan umbar aurat. Bahkan di saat istirahat dan di tempat yang kita anggap aman dari gangguan mata, masih saja ada kesempatan bermaksiat.
Memang, meninggalkan maksiat adalah pekerjaan yang tidak ringan. Ia lebih berat daripada mengerjakan taat (menjalankan yang diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya), karena mengerjakan taat disukai oleh setiap orang, tetapi meninggalkan syahwat (maksiat) hanya dapat dilaksanakan oleh para siddiqin (orang-orang yang benar, orang-orang yang terbimbing hatinya).
Terkait dengan hal tersebut Rasulullah Sallallahu aalaihi wa sallam. bersabda: “Orang yang berhijrah dengan sebenarnya ialah orang yang berhijrah dari kejahatan. Dan mujahid yang sebenarnya ialah orang yang memerangi hawa nafsunya.”
Apabila seseorang menjalankan sesuatu tindak maksiat, maka sebenarnya ia melakukan maksiat itu dengan menggunakan anggota badannya. Orang yang seperti ini sejatinya telah menyalahgunakan nikmat anggota tubuh  yang telah dianugerahkan Allah pada dirinya. Dalam bahasa lain dapat dikatakan, ia telah berkhianat atas amanah yang telah diberikan kepadanya.
Setiap kita berkuasa penuh atas anggota tubuh kita, pikiran dan jiwa kita. Akan tetapi, terkadang, kita begitu susah menggendalikan apa yang menjadi ‘milik kita’ itu. Tangan, mata, kaki dan anggota tubuh yang lain, kerap bergerak diluar kendali diri, yang tak jarang bertentangan dengan idealisme atau nilai-nilai keyakinan  yang kita anut dan kita yakini. Padahal, rekuk relung kalbu  kita bersaksi bahwa semua anggota tubuh itu, kelak  akan menjadi saksi atas segala perbuatan kita di Padang Mahsyar.
Firman Allah SWT : “Pada hari ini (Kiamat) Kami tutup mulut-mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian lah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka lakukan (di dunia dahulu).” (Yassin:  65).

Bagaimana agar kita selamat dari maksiat?
Di bawah ini beberapa ikhtiar, yang bila dijalankan secara sungguh-sungguh, insya Allah membawa faedah.

1. Menjaga Mata
Peliharalah mata dari menyaksikan pemandangan yang diharamkan oleh Allah SWT seperti  melihat perempuan yang bukan mahram. Hindari, atau minimal kurangi– untuk pelan-pelan tinggalkan sejauh-jauhnya–  melihat gambar-gambar yang dapat membangkitkan hawa nafsu. Termasuk menjaga mata, janganlah memandang orang lain dengan pandangan yang rendah(sebelah mata/menghina) dan melihat keaiban orang lain.

2. Menjaga Telinga
Menjaga telinga dari mendengar perkataan yang tidak berguna seperti: ungkapan-ungkapan mesum/kotor/jahat. Poin kesatu dan kedua ini menjadi tidak mudah di saat di mana gosip telah menjadi komuditas ekonomi. Gosip telah menjadi kejahatan berjamaah yang dianggap hal yang lumrah dilakukan, dan wajib ditonton dan disimak. Kehadirannya disokong dana yang tidak sedikit, dimanajeri, ada penulis skenarionya, ada kepala produksinya, ada reporternya dan seterusnya.
Rasulullah S.A.W. bersabda : “Sesungguhnya orang yang mendengar (seseorang yang mengumpat orang lain) adalah bersekutu (di dalam dosa)dengan orang yang berkata itu. Dan dia juga dikira salah seorang daripada dua orang yang mengumpat.”
Oleh karenanya, menjaga mata-telinga adalah pekerjaan yang memerlukan energi dan kesungguhan yang kuat dan gigih.

3.Menjaga Lidah
Lidah adalah anggota tubuh tanpa tulang yang kerap mengantarkan pada perkara-perkara besar. Kehancuran rumah tangga, pertengkaran sahabat karib, hingga peperangan antar negara, dapat dipicu dari sepotong daging kecil di celah mulut kita ini.
Rasulullah Saw. bersabda : “Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya.” (Riwayat Athabrani dan Al Baihaqi)
Jagalah lidah dari perkara-perkara seperti berbohong, ingkar janji, mengumpat, bertengkar / berdebat / membantah perkataan orang lain, memuji diri sendiri, melaknat(mncela) makhluk Allah, mendoakan celaka bagi orang lain dan bergurau( yang mengandung memperolok atau mengejek) orang lain.

4. Menjaga Perut
Yang hendaknya selalu di ingat:  perut kita bukan tong sampah! Input yang masuk ke dalam perut akan berpengaruh langsung/tidak langsung terhadap tingkah laku/sikap/tindakan kita. Karenanya, peliharalah perut dari makanan yang haram atau yang syubahat. Sekalipun halal, hindari memakannya secara berlebihan. Sebab hal itu akan menumpulkan pikiran dan hati nurani. Obesitas (kelebihan berat badan) adalah penyakit modern sebagai akibat lain dari tidak terkontrolnya urusan perut.

5. Menjaga Kemaluan
Kendalikan sekuat daya dorongan melakukan apa-apa yang diharam kan oleh Allah SWT. Firman Allah-Nya:“Dan mereka yang selalu menjaga kemaluan mereka, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau apa-apa yang mereka miliki (daripada hamba jariah) maka mereka tidak tercela.” (Al Mukminun:  5-6)

6.Menjaga Dua Tangan
Kendalikan kedua tangan dari melukai seseorang (kecuali dengan cara hak seperti berperang, atau melakukan balasan yang setimpal). Katakan “stop”, pada tangan, ketika akan bertindak sesuatu yang diharamkan, atau menyakiti makhluk Allah, atau menulis sesuatu yang diharamkan atau menyakiti perasaan orang lain
(Hidayatullah.com)

Terimalah Kebenaran

Menerima kebenaran tidak semudah menyampaikannya kepada orang lain. Berapa ramai pendakwah yang berjaya menyampaikan nasihat yang baik tetapi dirinya sendiri tidak terkesan dengan nasihat yang mengalir dari lisannya. Dan berapa ramai pendakwah yang berdakwah tetapi melupakan dirinya serta ahli keluarganya sendiri. Berapa ramai yang berjaya mendidik orang lain tetapi gagal mendidik anak-anak sendiri.

Mungkin kita boleh katakan "Nabi Nuh pun gagal mendakwahi anaknya sendiri" tetapi persoalannya adakah semua nabi begitu, tidakkah kita melihat kisah Nabi Nuh ini sebagai rawatan jiwa bagi ayah yang telah bersungguh-sungguh mendidik dan berdoa untuk kebaikan anaknya namun masih gagal membina ketaqwaan pada jiwa anak-anaknya. Adakah kita telah bersungguh-sungguh untuk itu...sebagaimana Nabi Nuh AS?

Saya tidak hanya melihat persoalan ini dari luar tetapi dari sudut dalam diri saya sendiri bahkan saya melihat persoalan ini dengan rasa cemas dan saya juga yakin kecemasan dan kebimbangan boleh dirasai oleh "ayah-ayah atau ibu-ibu".

Menerima kebenaran memang tidak semudah yang digambarkan. Mungkin kita atau saya sendiri memperuntukkan masa yang banyak untuk memberi nasihat dan pesanan tetapi masa yang sama tidak kita peruntukkan untuk kita mendengar dan menerima nasihat serta teguran dengan penuh kerendahan hati. Kata Imam Al Ghazali "Menerima nasihat memang sesuatu yang pahit" namun kepahitan ini akan bertambah apabila nasihat yang disampaikan memang dalam stok ilmu kita cuma kita sedikit terlalai.

Bukankah kebenaran itu boleh datang dari orang dewasa atau kanak-kanak, dari seorang suami atau isteri atau dari bapa dan anak. Dan dari sumber manapun kebenaran itu datang harganya tetap sama cuma kita saja yang membezakannya kerana keegoan yang bersarang di hati kita.

Mungkin kita boleh menerima peringatan yang sama seperti yang diberikan kepada bani Israel:

44. Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (Al Baqarah)

Rasa cemas saya bertambah apabila saya secara langsung berinteraksi dengan remaja-remaja yang kebanyakan ibubapa mereka ialah orang yang bergiat di dalam kerja-kerja dakwah. Saya pernah memanggil seorang anak remaja yang mana ayahnya cukup aktif dan terkenal dengan kerja-kerja dakwah bahkan sering dijadikan contoh dalam penyampaian-penyampaian. Saya tanyakan padanya "Betul tak, kalau cikgu katakan, orang yang paling anta benci adalah ayah anta sendiri?" Dia terdiam sambil mengangguk kepala. Anak remaja ini memang banyak menimbulkan masalah disekolah dan saya yakin bahawa segala masalah yang dilakukannya adalah sebagai tanda protesnya pada ayahnya.

Perbincangan kami berterusan hingga saya membuat kesimpulan sendiri bahawa perasaan itu timbul apabila anak itu terasa bahawa dakwah telah memisahkan dia dari ayahnya. Kenapa begitu? Mungkin kita terlupa bahawa anak-anak kita adalah manusia biasa. Sehebat mana kerja Islam yang kita lakukan Allah tidak akan kurniakan anak malaikat kepada kita supaya kerja-kerja kita menjadi lebih senang. Kefahaman mereka perlu dibina dan banayk perkara yang perlu kita kongsikan dengan mereka supaya mereka turut merasai kehangatn cinta kita pada kerja-kerja memikul risalah Islam ini. Saya sendiri cuba untuk berkongsi dengan anak-anak dalam membuat keputusan. Saya berikan satu contoh dan saya harapkan pemerhatian saudara pembaca lebih tertumpu pada perkembangan dan tahap perasaan anak-anak.

"Saya memang besarkan anak- dalam keadaan yang sederhana. tidak semua yang dimiliki oleh anak-anak lain dimiliki oleh anak-anak saya. Tidak semua permintaan mereka saya penuhi. Di rumah saya tidak ada television (kerana beberapa sebab yang bagi saya penting untuk jauhkan TV dari rumah saya) seperti rumah jiran dan kawan-kawan mereka. Tetapi dalam masa yang sama dalam kerja-kerja saya, saya memerlukan Komputer yang baik dan up to date kerana kerja-kerja editing multimedia dan sebagainya bagi memenuhi keperluan dalam dakwah dan tarbiyyah semasa. Dan komputer ini tentulah jauh lebih mahal dari TV...dan "anak-anak kita tahu hakikat ini" walaupun mereka baru darjah 1. Ya, komputer lebih mahal dari TV, kalau kita boleh beli komputer tentunya kita juga mampu beli lebih dari satu TV. Satu kesilapan besar yang sering kita lakukan ialah kita mengajar sifat qonaah pada anak-anak tetapi tidak pada kita...."pada pandangan anak kita"(Anak-anak kita melihat dan mentafsir mengikut kemampuan ilmu dan kefahaman mereka).

Hari pertama saya beli komputer itu saya ajak anak saya duduk di depan komputer itu dan saya berikannya penjelasan sambil membina perkongsian bahawa komputer ini adalah modal untuk mencari redha Allah. "Memang komputer ini mahal tetapi abi perlu beli sebab kita nak buat banyak kerja yang Allah perintahkan...nak masuk syurga bukan mudah, ada harga yang perlu kita bayar. Umarpun boleh gunakan komputer ini untuk tujuan kebaikan." Itulah antara penjelasan yang saya berikan untuk merawat salah faham yang mungkin akan timbul pada jiwa anak-anak.

Mendakwah anak-anak kepada keimanan agak berbeza dengan dakwah kita pada orang lain. Jiwa anak-anak adalah serpihan hati dan jiwa kita sendiri. Banyak perkara yang perlu kita kongsikan. Setiapkali menghadiri atau mengendalikan suatu program saya sentiasa mencari ruang supaya saya boleh bawa anak saya bersama. Saya ingin jiwa mereka tumbuh dan membesar dalam iklim tarbiyyah dan dakwah. Dan setiapkali mereka bersama saya akan cuba tahan lidah saya dari marah supaya setiapkali mereka berada dalam program Islam mereka merasa keindahan yang berbeza. Kadang-kadang saya agak terkilan apabila ada sahabat-sahabat yang hadir keprogram yang hanya bersifat rehlah tetapi tidak bawa anak-anak mereka bersama dan lebih menyedihkan apabila ditanya lalu jawapannya 'payah'. Ya, memang payah tetapi kepayahan itu hanya bersifat sementara. Mula-mula memang payah tetapi apabila kita 'tune'kan, lama-lama ianya akan jadi mudah. Kalaupun tak mudah juga, anggaplah ianya sebagai ujian dalam tarbiyyah seperti yang "biasa kita sebutkan pada orang lain".

Mendakwahi diri kita sendiri juga berbeza; ianya benar-benar memerlukan kerendahan hati. Kerendahan hati hingga anak dan isteri kita sendiri merasa selesa untuk menegur dan menasihati kita. Bukanlah satu keaiban sekiranya kita memiliki kelemahan hingga perlu ditegur dan dibetulkan kerana kita bukanlah maksum. Menerima teguran dan nasihat tidak menjadikan jiwa kita rendah dan hina, bahkan ketinggian jiwa itu terletak kepada kerendahan hati kita untuk menerima kebenaran.

Al-Quran Online